Post Sumatera                            Pajak Indonesia Naik, Kekhawatiran Intervensi Kebijakan China Meningkat

 

Pajak Indonesia Naik, Kekhawatiran Intervensi Kebijakan China Meningkat

- Penulis

Rabu, 3 Desember 2025 - 08:57 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kenaikan beban pajak yang dirasakan masyarakat Indonesia mendapat sorotan dari Nusantara Institute for Fiscal & Geopolitical Studies (NIFGS), yang menilai tekanan fiskal pemerintah semakin terkait dengan ketergantungan ekonomi terhadap Tiongkok, mulai dari utang infrastruktur hingga dominasi industri dan banjir impor murah. Analis NIFGS, Firman Arifianto, mengaitkan kondisi ini dengan teori Ibn Khaldun bahwa negara dalam tekanan cenderung menaikkan pajak secara berlebihan dan membebani masyarakat. NIFGS memperingatkan bahwa situasi ini dapat berdampak pada stabilitas sosial–politik dan menyerukan reformasi struktural, termasuk peninjauan utang luar negeri dan penguatan industri nasional.

Solo – Kenaikan beban pajak yang dirasakan masyarakat dalam beberapa tahun terakhir kembali memunculkan perdebatan mengenai arah kebijakan fiskal Indonesia. Di tengah upaya pemerintah meningkatkan kapasitas penerimaan negara, sejumlah pakar menilai bahwa kebijakan pajak Indonesia kini berada pada titik yang mengkhawatirkan, terutama terkait pengaruh eksternal dari Tiongkok (China) dalam lanskap ekonomi nasional.

Dalam laporan analitis terbaru bertajuk “Perpajakan di Indonesia dan Relevansi Teori Fiskal Ibn Khaldun: Perspektif Kritis dan Implikasi Geopolitik”, penulis dan editor Firman Arifianto menegaskan bahwa dinamika ekonomi-politik Indonesia semakin menunjukkan pola ketergantungan yang signifikan terhadap modal dan investasi Tiongkok. Kondisi tersebut, menurutnya, memiliki implikasi langsung terhadap tekanan fiskal dan keputusan pemerintah menaikkan pajak yang kini banyak dirasakan masyarakat kelas menengah ke bawah.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Kenaikan pajak yang tidak wajar harus dilihat dalam konteks geopolitik dan ketergantungan ekonomi terhadap Tiongkok,” — Firman Arifianto, Editor & Analis Kebijakan Fiskal

Firman menjelaskan bahwa berdasarkan data lapangan dan kondisi makro ekonomi saat ini, terdapat gejala jelas bahwa beban fiskal Indonesia meningkat seiring meningkatnya eksposur utang bilateral, aliran investasi industri, serta operasi perusahaan-perusahaan besar asal Tiongkok di sektor strategis—mulai dari nikel, energi, hingga infrastruktur transportasi.

“Jika struktur ekonomi nasional rapuh dan terlalu bergantung pada modal asing, terutama Tiongkok, maka negara berada pada posisi tertekan. Dalam situasi seperti itu, kecenderungan pemerintah untuk menutup kekurangan anggaran dengan menaikkan pajak menjadi sangat tinggi,” ujarnya.

Pengaruh Ekonomi Tiongkok dan Dampaknya pada Pajak

Menurut analisis dalam laporan tersebut, sedikitnya terdapat empat kanal utama yang menyebabkan kebijakan pajak Indonesia menjadi semakin agresif dan cenderung membebani kelompok berpenghasilan rendah:

1.      Eksposur Utang Infrastruktur yang Tinggi

Proyek-proyek strategis berbasis pinjaman Tiongkok dinilai memiliki bunga dan klausul kontrak yang tidak transparan. Kewajiban pembayaran jangka panjang ini mempersempit ruang fiskal pemerintah.

2.      Ekstraksi Sumber Daya Alam

Operasi tambang yang dikuasai perusahaan Tiongkok juga disorot karena minim kontribusi pajak, penggunaan skema transfer pricing, serta kerusakan lingkungan yang justru memerlukan biaya negara untuk pemulihan.

Baca Juga:  Squeeze Sundown Vol. 6 : Tropical Voyage, Merayakan 37 Tahun Perjalanan, Semangat, dan Kolaborasi

3.      Dominasi Industri dan Tenaga Kerja Asing

Kawasan industri seperti Morowali dan Weda Bay disebut membuka lapangan kerja, namun sebagian besar nilai tambah dan keuntungan diekspor kembali ke luar negeri.

4.      Produk Impor Murah yang Menggerus Industri Lokal

Masuknya banjir barang impor China menekan UMKM dan industri nasional, menyebabkan basis pajak domestik melemah.

Ibn Khaldun: Pajak Tinggi adalah Tanda Negara Sedang Tertekan

Firman juga mengaitkan kondisi ini dengan teori fiskal Ibn Khaldun yang menyebutkan:Ketika negara tertekan dan kehilangan kemandirian, pajak akan dinaikkan secara berlebihan, dan beban tersebut pada akhirnya merusak produktivitas masyarakat.

Ia menegaskan bahwa Indonesia kini berada dalam pola yang serupa: pajak meningkat, namun beban tersebut justru jatuh pada kelompok rentan dan kelas menengah ke bawah—alih-alih pada konglomerasi besar yang diduga menikmati berbagai kelonggaran fiskal.

Alarm Serius bagi Stabilitas Sosial dan Politik

Kenaikan pajak yang tidak moderat, menurut laporan tersebut, memiliki dampak tidak hanya pada ekonomi, tetapi juga pada:

·         Stabilitas sosial, karena beban biaya hidup meningkat.

·         Ketidakpuasan publik, terutama terkait ketimpangan kebijakan fiskal.

·         Kerentanan politik, ketika sektor strategis terlalu dipengaruhi kekuatan ekonomi asing.

Firman mengingatkan bahwa jika pola ini terus berlanjut, Indonesia berpotensi masuk ke fase “kemunduran fiskal” sebagaimana digambarkan Ibn Khaldun—di mana pajak yang berlebihan justru mematikan aktivitas ekonomi dan memperburuk kepercayaan publik.

Seruan untuk Reformasi dan Kedaulatan Fiskal

Sebagai penutup, Firman menyerukan perlunya langkah berani untuk mengurangi ketergantungan ekonomi pada Tiongkok serta memperbaiki tata kelola pajak nasional. Ia menekankan tiga agenda utama:

•         Mengembalikan kedaulatan fiskal Indonesia melalui peninjauan ulang kontrak dan utang luar negeri.

•         Mendistribusikan beban pajak secara adil, terutama kepada korporasi besar dan sektor ekstraktif.

•         Memperkuat industri nasional dan UMKM, agar basis pajak domestik tidak terus melemah.

“Tanpa reformasi struktural, Indonesia akan terus berada dalam lingkaran ketergantungan dan tekanan fiskal. Dampaknya sudah dirasakan hari ini oleh jutaan masyarakat berpenghasilan rendah yang terbebani pajak,” — Firman Arifianto

(Red.)

Tentang Nusantara Institute for Fiscal & Geopolitical Studies

Nusantara Institute for Fiscal & Geopolitical Studies (NIFGS) adalah lembaga riset independen yang fokus pada analisis kebijakan fiskal, dinamika ekonomi makro, dan isu-isu geopolitik yang mempengaruhi pembangunan nasional. NIFGS memproduksi kajian berbasis data, laporan strategis, serta rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan transparansi, kedaulatan ekonomi, dan efektivitas tata kelola publik. Dengan pendekatan multidisipliner, NIFGS berkomitmen menjadi mitra strategis bagi pemerintah, akademisi, pelaku usaha, dan masyarakat sipil dalam memahami dampak ekonomi dan geopolitik terhadap Indonesia.
Press release ini juga sudah tayang di VRITIMES.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Follow WhatsApp Channel postsumatera.id untuk update berita terbaru setiap hariFollow

Berita Terkait

Peringati Hari Bakti ke-80, Kementerian PU Refleksikan Capaian Strategis Satu Tahun Pemerintahan Presiden Prabowo
KAI Catat Peningkatan Pengguna LRT Jabodebek pada 2 Desember 2025
KAI Layani 2,5 Juta Pengguna LRT Jabodebek pada November 2025
Indonesia Perkuat Hilirisasi Mineral Kritis untuk Teknologi Masa Depan
KAI Perkuat Sistem Keamanan LRT Jabodebek dengan 1.129 Unit CCTV di Kereta dan Stasiun
Kementerian PU Terus Bekerja Pulihkan Konektivitas Jalan di Aceh dan Sumatera Demi Kelancaran Bantuan dan Mobilitas Warga
Pengelolaan Gaji Pertama agar Lebih Terarah dan Produktif
HIMMAH UMN Al Washliyah Salurkan Bantuan ke Desa Terpencil Korban Banjir Aceh Tamiang
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 9 Desember 2025 - 04:56 WIB

Peringati Hari Bakti ke-80, Kementerian PU Refleksikan Capaian Strategis Satu Tahun Pemerintahan Presiden Prabowo

Selasa, 9 Desember 2025 - 04:17 WIB

KAI Catat Peningkatan Pengguna LRT Jabodebek pada 2 Desember 2025

Selasa, 9 Desember 2025 - 02:39 WIB

KAI Layani 2,5 Juta Pengguna LRT Jabodebek pada November 2025

Selasa, 9 Desember 2025 - 02:35 WIB

Indonesia Perkuat Hilirisasi Mineral Kritis untuk Teknologi Masa Depan

Selasa, 9 Desember 2025 - 02:32 WIB

KAI Perkuat Sistem Keamanan LRT Jabodebek dengan 1.129 Unit CCTV di Kereta dan Stasiun

Berita Terbaru